Sabtu, 28 November 2009

Omong Kosong

"Hati-hatilah pada kata-kata," kata Guru Ukub. "Saat kamu kurang waspada, kata-kata itu akan menampakkan wujud aslinya, kata-kata itu akan memesonakan, memikat, menteror, membuat kamu tersesat dari kenyataan yang mereka wakili, membuat kamu mempercayai bahwa kata-kata itulah yang nyata."

Ketika Guru Ukub berbicara tentang daya hipnotis kata-kata itu, seseorang dari bagian belakang berteriak,

"Anda omong kosong! Jika saya mengatakan Allah, Allah, Allah, apakah itu akan membuat saya ilahi? Dan jika saya mengatakan Anjing, Anjing, Anjing, apakah itu akan membuat saya jahat?"

"Diam dan Duduk kau bajingan!" kata Guru.

Kontan saja, orang itu segera naik pitam. Mukanya merah padam. Ia terdiam sesaat, lalu dengan suara serak ia ungkapkan rasa tersinggung dan sakit hatinya.

Guru kelihatan menyesal sekali dan kemudian berkata,
"Maafkan saya, Tuan, saya memang khilaf. Saya sungguh-sungguh minta maaf atas kelancangan yang tidak termaafkan itu."

Orang itu segera menjadi tenang.

"Nah, kini kamu tahu jawabnya. Satu kata membuat kamu naik pitam dan yang lainnya menenangkan kamu," kata Guru.

*"Ketika kata-kata dan pikiran diheningkan, Alam Semesta berkembang - nyata, menyeluruh, dan satu dan kata-kata tampil sebagaimana mestinya, sebagai not - bukan musik, sebagai menu- bukan makanan, sebagai penunjuk arah - bukan tujuan perjalanan."

DEBAT

Aku membaca sebuah kisah perdebatan antara ilmuwan dan seorang ahli kitab.

Ahli kitab berpendapat bahwa Kitab Suci harus dianggap benar sampai hal yang sekecil-kecilnya.

Ilmuwan menyapa; "Menurut Kitab Suci, bumi itu diciptakan kira-kira lima ribu tahun yang lalu. Tetapi kami telah menggali tulang-tulang untuk membuktikan bahwa kehidupan sudah ada di planet ini sejak ratusan ribu tahun yang lampau."

Langsung ditanggapi oleh si Ahli Kitab: "Ketika Tuhan menciptakan bumi lima ribu tahun yang lalu, ia sengaja menanam tulang-tulang itu di bumi untuk menguji apakah kita lebih percaya pada pernyataan ilmiah atau pada FirmanNya."
----------------------------

Aku ceritakan kisah ini pada Guru Ukub. dia berkata;

Apa kamu tahu nilai perdebatan itu Nak?

Sambil mengoleskan mentega disisi atas roti, Guru mengajakku bertaruh.

"Jika Sepotong roti yang disisi atasnya bermentega ini aku lempar dan jatuh. Yang bermentega di sisi atas atau bawah?" Tanya Guru.

"Sisi yang bermentega di bagian bawah." Sahutku

"Sisi yang bermentega di atas."Pilih Guru.

"Ayo kita uji."

Roti dilempar ke atas.

Jatuh.

Sisi yang bermentega berada di bawah!

"Saya menang Guru." Sahutku

"Hanya karena saya membuat satu kesalahan."

"Kesalahan apa?" Tanyaku.

"Aku mengoleskan mentega pada sisi yang salah." Jawab Guru Ukub tersenyum.

"Ya, Aku mengerti Guru. Yang dicari oleh "Pendebat" adalah pembenaran atas keyakinannya, bukan Kebenaran.

*kepercayaan yang kaku dapat memutarbalikkan kebenaran.

Truk Terjepit

Sampai di Warung, Guru Ukub segera membuat Esteh Jumbo dan meminumnya sampai habis langsung.

"Wah, Haus sekali ya Guru Ukub?" tanyaku.

"Eh, kamu Nak, maaf aku tadi tidak melihatmu". jawabnya, dan duduk disebelahku.

"Iya, diluar panas sekali, didalam angkot pun tadi gerah sekali rasany.Ditambah jalan yang sangat macet."

"Persis didepan angkot yang aku naiki, saat melewati jalan dibawah rel kereta api tadi sebuah truk besar terjepit diantara jalan dan balok penyangga diatasnya."

"Lalu, kenapa Guru tidak turun saja dan mencari angkot lainnya yang didepan peristiwa itu." Tanyaku.

"Aku dan penumpang lainnya memang turun, sebagian ada yang mencari angkot lain seperti katamu. Sebagian lagi, termasuk aku penasaran ingin melihat cara para ahli untuk membebaskan Truk terjepit itu.

"Lalu, apa truk itu akhirnya dapat keluar dari sana Guru?"

"Berulang kali para ahli mencoba membebaskannya, tapi belum berhasil. Itulah sehingga lalu lintas jalan sama sekali macet. Selain itu aku melihat penjual koran yang berulang kali mencoba menarik perhatian mandor yang bekerja di situ, tapi selalu dikesampingkannya."

Akhirnya Mandor membeli Korannya lalu dengan agak gusar mengatakan;
"Aku sudah membeli koranmu, sekarang pergilah. jangan ganggu pekerjaan kami!!"

Penjual koran itu mengucapkan terima kasih pada Mandor para pekerja itu dan berkata;
"Coba Kempeskan Sedikit Ban Truk itu Pak"

"Aku sendiri bahkan tidak terpikirkan cara itu, Hasilnya truk yang terjepit dapat keluar Nak" kata Guru Ukub menggelengkan kepala.

"Bagus sekali, cara yang disarankan penjual koran itu" Sahutku.

"Yang aku ambil dibalik peristiwa itu, dalam pikiran awam terdapat banyak kemungkinan. Tapi dalam pikiran ahli hanya ada beberapa saja." Tambahnya.

DIAM

Pagi ini aku ikut kepasar pagi bersama Guru Ukub untuk berbelanja bahan-bahan makanan untuk warungnya. "Ramai sekali pasar pagi ini" Gumamku dalam hati.

Tiba-tiba didepanku nampak Dua Orang yang sedang bertengkar ditengah jalan, seolah-olah sebagian kegiatan pasar terhenti dan tertuju ke mereka berdua. Yang satu memarahi, yang satu lagi hanya tunduk dan terdiam bisu.

Guru Ukub mempercepat langkahnya, kemudian mencoba merelai mereka.

"Pak, Sabar. Sudah. Tidak baik meneriaki orang seperti itu, apalagi ini kan pasar, banyak orang. Kalau saya boleh tahu memangnya kenapa bisa sampai seperti ini?" Tanya Guru Ukub pada Orang yang sedang Emosi itu.

Aku perhatikan Bapak satunya, dia tetap tunduk dan diam. Terlihat karung besar disampingnya. Aku tak tahu apa dalamnya, tapi menurutku sepertinya berat.

Bapak yang Emosi itu menceritakan kejadiannya pada Guru Ukub.

"Begini Pak, Orang ini membawa karungnya yang besar ini, tapi tidak hati-hati. Sampai membentur kepala saya dengan keras. Bagaimana saya tidak marah, rasanya benar-benar sakit Pak."

Guru Ukub melihat ke Pembawa karung, dan bertanya
"Benarkah yang dikatakan Bapak ini, Pak?"

Tapi Pembawa Karung tetap tunduk dan tetap diam.

Orang yang terbentur kepalanya itu terlihat geram, menjadi tambah Emosi melihat pembawa karung itu hanya diam saja.

"Hey pembawa karung!!! jawab pertanyaanya!! jangan diam saja daritadi !!"

"Sabar Pak". Sahut Guru Ukub.
"Sepertinya pembawa karung ini bisu, daritadi dia hanya diam saja." Guru Ukub menyimpulkan.
Karena memang benar, orang ini daritadi benar-benar diam membisu dan hanya menundukkan kepalanya.

Bapak yang emosi itu menyahut, sambil menuding pembawa karung.

"Tidak Mungkin. Dia ini tidak Bisu Pak, dari ujung sana tadi saya sudah sedikit terganggu, sambil memikul karung besar ini dipundaknya dia berteriak-teriak. " MINGGIR-MINGGIR BARANG BERAT MAU LEWAT", terus seperti itu. Sampai akhirnya disini saat saya sedang berbelanja, karung ini membentur belakang kepala saya."

"Ya memang, aku memang tadi sedikit mendengar teriakan itu" kataku.

Sambil tersenyum, Guru Ukub berkata pada Bapak yang emosi itu,

"Kalau Bapak mendengar teriakannya, mengapa Bapak tidak minggir?"
"Jika pembawa karung ini sudah memperingatkan, berarti pembawa karung ini tidak salah. Bapaklah yang kurang memperdulikan peringatannya.”


*Ada saatnya diam, Ada saatnya Berbicara

Kamis, 01 Oktober 2009

Pencari Tuhan

Hari ini aku tidak memasak, jadi aku putuskan makan di warung pojok milik Guru Ukub saja, selain murah rasanya juga enak.

tak lama aku duduk dan memesan makanan, datang pemuda sebayaku, memesan makanan kemudian duduk di sebelahku.

"Darimana mas" tanyaku.

"Dari mencari Tuhan" Sahutnya.

Sungguh jawabannya membuat aku terkejut dan keheranan, kami pun berkenalan, lalu berbincang-bincang sambil menunggu pesanan.

Pemuda itu bernama Laka, dia menceritakan perjalanannya mencari Tuhan.

"Sudah ketemu jawaban pencarianmu ?" Tanyaku.

"Aku menyimpulkan bukan Tuhan yang menciptakan Manusia Kawan. Tapi Manusialah yang menciptakan Tuhan. Aku sudah mendatangi berbagai Tokoh ahli Kitab suci, semua Jawaban yang mereka berikan hampir sama."

"Apa jawaban mereka" Tanyaku.

"Mereka menjelaskan dengan dasar dari kitab-kitab suci dan sitiran kata-kata Nabi-Nabi. Kemudian menambahnya dengan tafsiran-tafsiran mereka. Kajian-kajiannya. Kesimpulan-kesimpulannya. Ketika aku melihatnya secara keseluruhan, maka aku mengerti bahwa mereka menciptakan Tuhan mereka sendiri."

"Mereka rancang Tuhan dari analisis. Tuhan yang lahir dari olah pikir mereka. Sesungguhnya jutaan orang lain bisa memiliki olah pikir yang berbeda. Dan dengan begitu, terciptalah jutaan Tuhan di kepala setiap orang masing-masing."

"Hanya sampai situ pencarianmu?" Tanyaku lagi.

"Tidak hanya itu, aku juga terus menerus bertanya pada berbagai macam jenis orang. Dari jawaban mereka yang berbeda-beda, aku makin beriman pada konsep Tuhan yang diciptakan. Bagaimana mungkin setiap orang memiliki perbedaan uraian bila tidak karena mereka merancang dan mengkonstruksi uraian-uraian tersebut."

"Terakhir tadi, aku bertemu Anak kecil. Aku tanya tentang Tuhan, Anak kecil itu bahkan tidak mengenal Tuhan. Aku menyimpulkan bahwa anak itu belum menciptakan Tuhan. Dan Aku semakin yakin bahwa Tuhan memang ada karena diciptakan."

"Kesimpulanku, Tuhan memang dirancang oleh pikiran-pikiran."

Tercengang Keheranan aku mendengar dia bercerita. Tanpa aku sadari  Guru Ukub sudah datang, membawa makanan yang kami pesan.

""Apakah engkau benar-benar mempercayai kesimpulanmu, wahai pencari?"  Tanya Guru Ukub sambil meghidangkan makanan di meja kami.

Guru Ukub ternyata juga mendengar cerita perjalanan Laka.

"Perkenalkan saya Ukub" sapa Guru Ukub.

"Kami disini biasa memanggil Guru Ukub" Sahutku.

"Saya Laka."

"Makanlah dulu Nak, nanti selesai makan kita lanjutkan.

-----------------------------------------------------------------
Setelah makan kami selesai, Guru ukub menghampiri dan duduk disebelah Laka.

"Jadi bagaimana, Apakah kamu benar-benar percaya kesimpulanmu Nak? Tanya Guru Ukub pada Laka.

"Bagaimana aku dapat mengelak dari segala pengalaman itu? Mereka begitu jelas memberiku keterangan."

"Nak, Apakah engkau sungguh tidak memiliki lagi perasaan rindu pada Tuhan yang tidak diciptakan tapi ada dengan sendirinya?"

Laka terdiam sejenak. Mencari sesuatu yang hilang namun baru disadarinya.

"Nak, Berhentilah mencari untuk mendapatkan sesuatu. Mencarilah untuk mengenyahkan segala yang engkau miliki. Maka engkau akan menemukan Tuhan yang sejati. Tuhan yang menciptakan, bukan diciptakan."

"Apa maksud anda?" tanya Laka.

"Bukankah selama ini engkau mencari jawaban? Berjalan ke sana kemari untuk mendapatkannya? Apa yang engkau dapat?"

"Bahwa tuhan itu diciptakan."Sahut Laka.

"Demikianlah kemalangan yang diperoleh dari mereka Nak, yang menginginkan sesuatu dalam pencariannya. Sesungguhnya Tuhan sejati tidak bisa engkau temui dengan cara seperti itu. Pencerahan ilmu bukan jalan untuk itu. Pencerahan diri pun bukan sarana menemukan Tuhan sejati. Engkau harus buang semua yang kau miliki termasuk semua yang kau peluk erat dalam hati dan akalmu."

"Bagaimana mungkin? Aku tidak bisa melupakan pengalaman-pengalamanku. Aku tidak bisa mengenyahkan pengetahuan-pengetahuan yang kuraih selama perjalananku." Sahut Laka lagi

"Nak, Oleh karenanya kau tidak akan pernah menemukan Tuhan yang kau rindukan. Kau akan selamanya terjebak pada tuhan-tuhan yang diciptakan orang ketika mereka seolah menemukan tuhan sejati."

"Coba anda ajari saya lebih lanjut.Ceritakan padaku tentang apa itu Tuhan sejati." pinta Laka.

"Nak, Tuhan sejati tidak bisa diceritakan. Ia tidak hadir oleh karena kata-kata. Buang semua yang kau punya. Maka ketika hatimu kosong dari segala sesuatu, Tuhan sejati dengan mudah akan menjamahmu. Jangan kau ceritakan apa rasanya dan apa yang kau alami, jangan pula engkau jelaskan apa-apa pada orang lain."

Laka terdiam menatap Guru Ukub.

"Sesungguhnya penjelasanmu, bukanlah Tuhanmu. Pahami itu." Tambah Guru Ukub.

Jumat, 25 September 2009

Preman

Guru Ukub pernah bercerita padaku. Sewaktu dia muda dulu, dia pernah berguru di luar. Dia juga belajar dengan orang-orang bijak setempat.

Untuk menjaga Ilmu yang diperolehnya, Guru Ukub mencatat setiap yang didapat dari Guru-gurunya. Dia sangat mencintai jerih payahnya, bagaikan diri sendiri. Dia mengumpulkan dan menyusun catatan-catatannya.

Setelah bertahun-tahun belajar, Guru Ukub pulang kampung. Tapi sewaktu di perjalanan, dia bertemu dengan segerombolan preman yang sedang mabuk. segerombolan preman itu mengambil setiap barang yang dibawa Guru Ukub. Giliran kotak yang berisi catatan-catatannya yang diambil, Guru Ukub berkata, "Kalian boleh ambil semua barang-barangku, tapi jangan kalian ambil yang satu ini."

Gerombolan preman itu jelas menduga, pasti itu adalah barang bernilai. Diambil pula lah Kotak yang berisi Catatan-catatan itu, tapi mereka jelas tidak melihat apa-apa selain setumpukan catatan-catatan.

"Apa ini?, untuk apa kamu menyimpannya?" Tanya preman itu.

"Itulah, barang-barang yang tidak berguna bagi kalian, tapi sangat berguna bagiku." Sahut guru Ukub yang masih muda itu.

"Apa gunanya?."

"Ini adalah Hasil pelajaranku selama bertahun-tahun, jika kalian merampasnya juga, maka ilmuku akan habis, dan usahaku akan sia-sia." Sahut guru Ukub.

"Hanya yang ada dalam catatan-catatan ini ilmumu?" Tanya si preman. "ya" Sahut Guru Ukub.

"kamu tahu, Ilmu yang disimpan dalam bungkusan yang dapat dicuri, sebenarnya bukan Ilmu Bodoh!!. Pikirkanlah nasib dirimu baik-baik!!!" Sahut si Preman.

Ucapan sederhana preman itu sangat menggunjangkan jiwa dan kesadarannya. Guru Ukub saat itu masih berpikir untuk sekedar mencatat ilmunya dibuku-buku tullis saja. Seketika Dia berubah, Selain mencatat, dia juga berusaha melatih otaknya lebih banyak, mengkaji dan menganalisa, lalu menyimpan ilmu-ilmunya yang bermanfaat itu tidak sekedar di buku-bukunya tapi juga di "Buku Otaknya"

Selesai mengisahkan kisah itu Dia berkata, "Nak, sebaik-baiknya nasihat yang membimbing kehidupan intelektualitasku adalah nasihat yang kudengar dari mulut seorang preman yang mabuk itu."

Minggu, 13 September 2009

Intermezzo " Tukang Cukur "

Seorang konsumen datang ke tempat tukang cukur untuk memotong rambut dan merapikan brewoknya.

Si tukang cukur mulai memotong rambut konsumennya dan mulailah terlibat pembicaraan yang mulai menghangat. Mereka membicarakan banyak hal dan berbagai variasi topik pembicaraan, dan sesaat topik pembicaraan beralih tentang Tuhan.

Si tukang cukur bilang, "Saya tidak percaya Tuhan itu ada".

"Kenapa kamu berkata begitu Huh" timpal si konsumen.

"Begini, coba Anda perhatikan di depan sana, di jalanan.... untuk menyadari bahwa Tuhan itu tidak ada. Katakan kepadaku, jika Tuhan itu ada, Adakah yang sakit??, Adakah anak terlantar?? Jika Tuhan ada, tidak akan ada sakit ataupun kesusahan. Saya tidak dapat membayangkan Tuhan Yang Maha Penyayang akan membiarkan ini semua terjadi."

Si konsumen diam untuk berpikir sejenak, tapi tidak merespon karena dia tidak ingin memulai adu pendapat.
Si tukang cukur menyelesaikan pekerjaannya dan si konsumen pergi meninggalkan tempat si tukang cukur. Beberapa saat setelah dia meninggalkan ruangan itu dia melihat ada orang di jalan dengan rambut yang panjang, berombak kasar mlungker-mlungker-istilah jawa-nya",kotor dan brewok yang tidak dicukur. Orang itu terlihat kotor dan tidak terawat.

Si konsumen balik ke tempat tukang cukur dan berkata," Kamu tahu, sebenarnya TIDAK ADA TUKANG CUKUR."

Si tukang cukur tidak terima," Kamu kok bisa bilang begitu ??"."Saya disini dan saya tukang cukur. Dan barusan saya mencukurmu!"

"Tidak!" elak si konsumen.

"Tukang cukur itu tidak ada, sebab jika ada, tidak akan ada orang dengan rambut panjang yang kotor dan brewokan seperti orang yang di luar sana", si konsumen menambahkan.

"Ah tidak, tapi tukang cukur tetap ada!", sanggah si tukang cukur.

"Apa yang kamu lihat itu adalah salah mereka sendiri, kenapa mereka tidak datang ke saya", jawab si tukang cukur membela diri.

"Cocok!"-kata si konsumen menyetujui

"Itulah point utama-nya!. Sama dengan Tuhan, TUHAN ITU JUGA ADA !, Tapi apa yang
terjadi... orang-orang TIDAK MAU DATANG kepada-NYA, dan TIDAK MAU MENCARI-NYA. Oleh karena itu banyak yang sakit dan tertimpa kesusahan di dunia ini."

Tali Sandal

Guru Ukub beserta tetangga disini pergi berbelasungkawa ke rumah seorang Warga, Aku mengikutinya dibelakang. Ditengah jalan, tali sandal Guru Ukub Putus hingga tak bisa diperbaiki lagi. Tanpa alas kaki Guru Ukub terus berjalan menjinjing sandalnya.

Melihat itu aku segera melepas sandalku, kemudian aku berikan pada Guru Ukub. Pikirku biarlah Guru Ukub berjalan memakai sandal, dan aku biarlah tanpa tanpa alas kaki.

Aku kaget, Guru Ukub terlihat marah. Guru Ukub memalingkan pandangannya dariku dan menolak tawaranku seraya berkata: "Nak, kalau ada kesulitan menimpa seseorang, adalah dia yang lebih berhak menanggungnya ketimbang orang lain. Tidaklah pantas suatu musibah menimpa seseorang, lalu orang lain harus memikul bebannya."

Petani

Aku teringat perbincangan dengan seorang Ibu sewaktu aku dan Guru Ukub di bandara, Jadwal kami sama ke Jakarta.

Awalnya Guru yang bertanya kepada Ibu itu, "Ada acara apa Bu ke jakarta.?"

Ibu : "Oh, saya ke Jakarta, lalu "connecting flight" Ke Singapore Pak, nengokin anak saya yang Kedua."

"Hebat sekali Anaknya Bu." Sahut Guru Ukub.

"Ya, Hebat", Gumamku dalam hati. Tapi Ibu itu bilang anaknya yang Kedua di Singapore, pasti ada yang Pertama, Ketiga, Keempat dan seterusnya. Aku lanjut bertanya pada si Ibu.

"Tadi yang di Singapore Anaknya yang Kedua ya Bu? Bagaimana dengan Kakak & Adik-adiknya?"

"Benar, Nak yang Kedua." Jawab si Ibu. Kemudian dia bercerita; "Anak saya yang Ketiga seorang Dokter di Bandung, yang Ke-empat menjadi Arsitek di Surabaya, dan yang Kelima kepala Cabang Bank di Semarang."

Aku sempat terdiam, dan bergumam lagi dalam hati."Ibu ini sangat Hebat, bisa mendidik anak-anaknya dengan sangat baik, dari anak kedua sampai ke Lima."

Tapi Anehnya Ibu itu tidak menceritakan Anak Pertamanya, dan sepertinya Guru Ukub mengerti.

Guru Ukub lalu meLanjutkan bertanya kepada Si Ibu. "Bagaimana dengan Anak Pertama Ibu..?"

Sambil menghela napas panjang, ibu itu menjawab, ” anak saya yang pertama menjadi petani di Kalimantan Pak”. Dia menggarap sawahnya sendiri yang tidak terlalu lebar.

itu membuat Aku kaget, Guru pun sepertinya begitu. Aku dan Guru Ukub segera meminta maaf pada Si Ibu. Dimataku sepertinya Ibu itu Kecewa.

“Maaf Ya Bu….Ibu agak kecewa ya dengan anak pertama ibu?. Adik-adiknya berpendidikan tinggi dan sukses di pekerjaannya, sedang dia menjadi petani. “

Guru memberiku tanda dengan menyenggol lutut kakiku dengan lutut kakinya, sepertinya aku salah berkata. Entah kenapa kata itu keluar sendiri dari mulutku.

Tapi jawaban Si Ibu yang ini lebih mengejutkan dari sebelumnya.

dengan tersenyum Ibu itu menjawab, ” tidak, tidak begitu nak.Justru saya sangat bangga dengan Anak Pertama saya, karena dialah yang membiayai sekolah semua Adik-adiknya dari hasil dia bertani”

Bukanlah Siapakah Kita, tetapi Apa Yang Sudah Kita Lakukan.

Dewey Decimal Classification (DDC)

"Guru, apa Guru tahu tentang Klasifikasi Desimal Dewey?" Tanyaku.

Ya, sebuah sistem klasifikasi perpustakaan yang diciptakan oleh Melvil Dewey pada tahun 1876.

"Benar Guru. Sewaktu saya di perpustakaan tadi, saya baru sadar, ternyata Kode buku-buku Filsafat (yaitu 100) mendahului kode buku-buku Agama (yaitu 200). Apa guru tahu tentang itu juga?."

"Nak, Dewey membuat sistem klasifikasi buku-buku perpustakaan melalui analogi seorang manusia yang keheranan dan bertanya2 akan dirinya dan lingkungan sekitarnya."

"Coba perhatikan, sejalan ilustrasi tersebut manusia akan lebih dulu bertanya:
"Siapakah aku?" => dijawab oleh Filsafat (100)

baru kemudian,
"Siapakah yang menciptakan aku?" => dijawab oleh Agama (200)

Dari situ barulah muncul pertanyaan2 lain manusia, seperti:
300 - Ilmu Sosial - Siapakah orang lain yang di sana itu?
400 - Bahasa - Bagaimana aku berkomunikasi dengan orang itu?
500 - Ilmu Alam - Bagaimana aku memahami alam semesta?
600 - Teknologi - Bagaimana aku menggunakan benda-benda di sekitar untuk memudahkan kegiatanku?
700 - Seni dan Rekreasi - Bagaimana aku bisa meluangkan waktu untuk diriku sendiri?
800 - Sastra - Bagaimana aku menceritakan kisah-kisah pengalaman hidupku kepada anak-anakku?
900 - Sejarah, Geografi, Biografi - Bagaimana aku menuliskan sejarah manusia itu sendiri?"
 "Berarti Berpikir secara otentik dan otonom melalui filsafat pada hakikatnya mendahului ajaran atau doktrin agama mana pun. Untuk itu, sebaiknya umat beragama tidak hanya ber-agama atau ber-teologi, melainkan pula ber-filsafat. benar seperti itu Guru?"

" Menurutku, bisa dikatakan bahwa filasafat adalah semacam seni bertanya Nak, mempertanyakan segala sesuatu, mencari tahu. sedangkan agama, bagi kebanyakan orang berlaku sebagai rujukan jawaban. meski ada beberapa yang tidak menggunakannya, atau malah berpikir bahwa agama tidak menjawab pertanyaan, tapi membuat anda berhenti untuk bertanya."

"singkat kata, filsafat bertanya, agama menjawab. Tapi apakah pada dasarnya agama memang di nomor duakan Guru? Tanyaku lagi.

"Aku tidak bisa mengatakan Ya. Filasafat itu instrument, filsafat itu netral. interpretasinya sangat bergantung pada apa yang paling mendasari pemikiran sesorang, baik itu agama, sains, atau bahkan filsafati itu sekalipun." Jawab Guru Ukub.

"Ya.., sudah semestinya orang yang beragama belajar berpikir logis, menggunakan akal dan pikiran sehatnya dalam memandang dan memahami segalanya." Sahutku.

"Satu pertanyaan buatmu Nak,Ada sepuluh kelas utama dalam klasifikasi Dewey. Sepuluh kelas Utama itu adalah 000,100,200,300,400,500,60
0,700,800,900."

"tentang Nomor 000 dalam DDC yaitu Komputer, informasi dan referensi umum. Bila Dewey membuat sistem klasifikasi buku-buku perpustakaan ini melalui analogi seorang manusia yang keheranan dan bertanya2 akan dirinya dan lingkungan sekitarnya. Kenapa Nomor 000 diletakkan di atas Filsafat (100) dalam klasifikasi itu?"

Manusia

"Guru, Apa pengertian Manusia?" Tanyaku.

Guru Ukub memandangku, menghela napas panjang dan menjawab: "Manusia adalah makhluk yang bertanggung jawab, yang diciptakan dengan sifat-sifat ketuhanan."

Sifat - sifat ketuhanan? Tanyaku lagi.

"Ya Nak, pada diri manusia memang ditemukan sifat-sifat Tuhan. Tuhan bersifat pengasih, penyayang, pemurah, pemaaf, berkuasa, berkehendak, melihat mendengar, berkata-kata, berilmu, hidup dan sebagainya. Semua sifat tersebut ada dalam diri manusia, sehingga ada aliran dalam ilmu ketuhanan yang menyamakan Tuhan dengan manusia.Tetapi sebenarnya sifat-sifat tersebut diberikan oleh Allah kepada Manusia sesuai dengan kemanusiaanya."

"tentu saja Manusia harus mengerti diri mereka terlebih dahulu, apabila sudah meneliti diri mereka tentu mereka akan mengenalnya. Sehingga mereka mengerti apa yang menyebabkan manusia-manusia terdahulu maju atau hancur, dari sana kita akan mengambil pelajarannya. Sehingga dari hasil tersebut manusia akan mengenal manusia."

"Tapi Guru, di zaman dewasa ini, hampir tidak ada suatu bangssa atau kelompok manusia yang mengambil sikap berlainan dengan bangsa-bangsa eropa, baik mengenai keyakinannya maupun teori-teori kemasyarakatannya. Contohnya Teori Evolusi Darwin, Manusia berasal dari kera."

"Karena itu jangan heran kalau sekarang ini manusia berpola hidup seperti hewan." Sahut Guru

Minggu, 06 September 2009

Persaingan

"suka dan duka hari ini saya alami Guru."

"kenapa Anakku?" Tanya Guru Ukub.

"kawan saya, sejak masih sekolah dulu Guru. Kami sempat berpisah setelah selesai SMA, dia mengikuti Orangtuanya pindah kerja. Sampai akhirnya saya bertemu dia lagi di tempat kerja."

"Lucu sekali rasanya mengingat waktu itu. Dulu kami selalu bersaing dalam hal apapun, khususnya dalam hal pelajaran disekolah. Lucunya, karena hal itu saya selalu emosi dan kadang kami saling bermusuhan Guru, tapi saya akui memang dia selalu lebih unggul dari saya."

"Dan itu sampai sekarang. Sukanya, Hari ini kawan dekat saya itu naik jabatan dikantor. Dukanya, bukan saya yang menempati posisi itu. Memang calon yang akan menempati posisi itu adalah kami berdua. Tapi harus kembali saya akui, dari dulu bahkan sampai sekarang pun dia memang lebih pintar dari saya. Seolah-olah saya selalu menjadi bayangannya. Untungnya saya tidak seperti dulu yang harus menjadikannya musuh lagi" Ceritaku sambil tersenyum.

"Nak, memang, setiap orang itu memiliki naluri untuk berlomba-lomba dalam kebajikan. Tapi celakanya, kadang kita sering melihat pesaing kita itu sebagai musuh yang dapat merintangi kita untuk berbuat kebajikan. Melihat sesuatu yang sama atau bahkan lebih, sering dipandang sebagai sebuah ancaman. bila niat salah, bisa menghancurkan kita"

"Kita harus memiliki mental bersaing secara positif, kita harus menanggapi adanya saingan dengan senang hati. tak perlu emosional, Lihatlah dengan hati yang jernih. Pesaing itu adalah karunia Allah yang tak ternilai. Pesaing adalah sparring partner yang akan memacu kita agar lebih berkualitas."

"Lagi pula bayangan tidak selalu dibelakang Nak. Berputarlah, bayangan akan tepat berada di depanmu"

"Ingat Nak, Orang-orang yang suka iri hati, dongkol, sebel, kepada prestasi orang lain, biasanya tidak akan unggul. Berani bersaing secara sehat dan positif adalah kunci menuju gerbang sukses."

Senin, 31 Agustus 2009

I L M U

 “Begini Guru, tadi aku membaca sebuah kisah, Abdul Malik ibn A’yan namanya. Dia sangat pintar astrologi dan meyakini pengaruh – pengaruhnya. Dia mengumpulkan buku di bidang ilmu tersebut dan setiap kali hendak melakukan suatu pekerjaan penting, dia menelaah buku – buku itu dan melihat bintang sebelum mengambil keputusan. Makin lama ia makin terbiasa, tapi tumbuh rasa ragu – ragu yang sangat dalam karena kebiasaanya. Semakin hari semakin menjadi – jadi, dia merasa hidupnya akan hancur, namun tidak mampu menghindar. Bahkan selalu iri dan benci kepada perbuatan orang banyak, seperti bertawakal kepada Allah dalam seluruh perbuatan”.

“Dalam kebingungan dia datang menjumpai Ash-Shadiq r.a., dia berkata: Aku telah dibingungkan dengan ilmu ini”. Imam Ash-Shadiq bertanya: “ apakah engkau meyakini semua itu dan mengamalkannya?”. “Ya", Jawab Abdul Malik. “Aku perintahkan, buang ilmu itu dan bakar buku – buku mu.” Abdul Malik membakar buku – bukunya dan ia menjadi tentram.”

“Hanya sampai disitu kisahnya Guru, kenapa jadi seperti itu, bukankah kita diharuskan menuntut ilmu?, lalu kenapa harus dibakar semua buku itu?” tanyaku.

“Begini Anakku, ilmu pengetahuan seperti laksana hamparan laut yang luas dan dalam, seolah tak bertepi dan tanpa batas akhir. Hanya Allah yang tahu batas – batas nya. Ilmu pengetahuan memang akan membentuk manusia menjadi berkualitas. Ilmu akan menjadi jalan berkah, baik untuk dirinya sendiri maupan lingkungan sekitarnya. Lebih dari itu, ilmu pengetahuan adalah sarana untuk menggapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.”

“Tetapi kemanfaatan ilmu itu akan menjadi kecil bila ternyata tidak membuat pemiliknya semakin merasakan kedekatan dengan Dzat yang Mahapemberi ilmu, Allah SWT. Dengan ilmu astrologinya mungkin meningkat derajat kemuliaannya dimata manusia, tapi belum tentu meningkat pula kemuliaannya dihadapan Allah SWT. Bergunanya ilmu itu untuk mendekatkan kita pada Allah SWT dan menjauhkannya dari kesombongan.”

Ada suatu tempat dimana semuanya tidak dapat dipertanyakan lagi, tempat dimana kita sudah mencapai titik batasnya dan jika semakin dipertanyakan maka hanya akan berputar-putar dalam kebodohan kita sendiri. Sesungguhnya Allah itu bersemayam di Ara’sy dan semuanya sudah menjadi rahasianya. Tidak dapat mengkaji-kajinya dan jika dilakukan maka kita akan terperangkap dalam kebingungan sendiri dan mampu membuat iman menjadi lemah, jadi hiduplah sebagaimana sewajarnya

Minggu, 30 Agustus 2009

Nurani part 1

Aku mampir sebentar ke rumah Guru Ukub, kami berbincang mengenai ceramah di mesjid sebelum shalat tarawih tadi.

"bagaimana tentang sumber kerusakan menurut Rasulullah SAW yang dikatakan saat ceramah tadi guru?"

"sumber kerusakan menurut Rasulullah SAW adalah, "Dapat diperkirakan bahwa kamu akan diperebutkan oleh bangsa - bangsa lain sebagaimana orang - orang berebut melahap isi mangkok." Para sahabat bertanya," Apakah pada saat itu jumlah kami sedikit ya Rasulullah?." Beliau menjawab, "Tidak, bahkan saat itu jumlah kalian banyak sekali, tetapi seperti buah air bah dan kalian ditimpa penyakit 'wahn'."  Mereka bertanyalagi, "Apakah penyakit 'wahn' itu ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Hubbud dunya (kecintaan yang amat sangat kepada dunia) dan takut mati."(HR Abu Dawud)"

“Begini anakku, mungkin gejalanya bisa kita lihat dari tingkah-pola manusia dalam memperebutkan kesenangan duniawi, seperti harta, kedudukan, kekuasaan, popularitas, gelar, pangkat, atau jabatan yang ditujukan hanya untuk kesenangan dunia belaka. Bagi yang mendapatkannya, melakukan perbuatan yang tidak mulia, gemar pamer kemewahan atau hidup dengan biaya tinggi. Sehingga sangat mungkin mengundang kecemburuan atau menjadi jalan kecurigaan dan kedengkian bagi yang lain."

“Bagi masyarakat yang ada dalam keterbatasan, melihat situasi yang materialistis membuat terbuai angan – angannya sehingga bisa saja malah menjerumuskan untuk melakukan tindakan yang mencoreng harga dirinya.

“Pendek kata, budaya cinta dunia atau materialistis adalah biang masalah yang beranak pinak dengan kesombongan, kemewahan, kedengkian, keserakahan, dan juga kezaliman. Ia bercucu permusuhan, keinginan untuk menghancurkan orang lain. Benar begitu Guru Ukub?.”

“Ya, benar anakku.”

Nurani adalah inti dari manusia yang akan menuntun akal pikiran, sikap, dan tingkah laku menjadi penuh nilai kemuliaan dan kehormatan yang hakiki.

Sabtu, 29 Agustus 2009

Perbedaan

Ah, Aku terlelap sebentar sore ini, sampai aku lupa menyiram tanaman depan Gazebo.
Secepatnya aku menuju Gazebo.

Di depan Gazebo, Ternyata Guru Ukub sudah datang, Beliau sudah terlihat sibuk menyiram tanaman.

"Mengagetkan saja." gumamku.

Memang,beliau sudah anggap rumah ini seperti rumah sendiri, aku yang meminta beliau agar seperti itu. Kunci rumah pun aku buat satu untuk beliau, agar beliau tetap bisa ke rumah kalau saja aku sedang tidak berada ditempat.

"Guru Ukub, kapan datang?"

"Selamat sore Anakku, Tidak lama sebelum kamu bangun. Kau tadi tertidur pulas sepertinya"

"Ya, sampai membuat repot Guru menyiram tanaman ini"

"Tidak apa, Coba kesinilah dan lihatlah ini."

"kenapa Guru?." Aku Mendekat.

"Dalam sebuah rangkaian ini kita dapat menemukan bunga yang berwarna coklat, merah, jingga, dan merah muda ini, semuanya berpadu memberi semburat nuansa indah yang memikat mata untuk melihat. Lihatlah Anakku, kita melihat keindahan itu justru melalui perbedaan. Bukan terwujud dari persamaan atau kesamaan, apakah itu warna kulit, bentuk, bahasa, dan lainnya."

"Ya, benar, apalagi setelah di siram, semua terlihat segar sekali." aku tersenyum

"Tapi mengapa negara kita harus tercabik-cabik satu sama lain hanya karena adanya perbedaan?" Tanyaku.

"Negara kita menjadi sakit bukan karena perbedaan, tetapi karena kita belum terbiasa menyikapi perbedaan. Perbedaan itu pasti ada dan bahkan harus ada, kita harus senantiasa memahami dan memaklumi setiap perbedaan yang ada di antara kita. Ketersinggungan - ketersinggungan yang terjadi, kita harus bisa memberi keluasan maaf. Walaupun perbedaan memang terkadang tidak selalu baik, tapi kita perlu kemauan untuk memperbaiki, bukan menyalahkan, bukan saling menzalimi satu sama lain."

"Lihatlah dengan hati, perbedaan akan menjadi keindahan dan kian indah." Jawab Guru Ukub.
"Masalah yang menimpa kita semua adalah Karunia ALLAH SWT, yang dapat membuat kita lebih maju, lebih beradab, dan lebih kuat menghadapi masa yang akan datang. Sepanjang kita menyikapinya dengan cara yang benar"

Jumat, 28 Agustus 2009

Waktu

Setelah selesai memakan nasi goreng yang aku beli untuk Aku dan Guru Ukub didepan perumahan kami, kita kembali berbincang-bincang mengenai rumah baruku ini. Aku tidak sadar tenyata sudah ada terpampang penunjuk waktu di Living Room.
 
"Guru kah yang memasang penunjuk waktu itu"

"Ya, saat kamu membeli makanan tadi, aku teringat ada penunjuk waktu di rumahku yang tidak terpakai. Aku kembali kerumah sebentar untuk mengambil penunjuk waktu itu, setelah sampai kemari aku pasang di Living Room".

"Terima kasih banyak Guru, Aku belum menyadari di rumahku ini belum ada penunjuk waktu". Sahutku.

"Sama-sama kita seharusnya sesama tetangga harus saling membantu bukan?"

"Ya, Guru" Aku sambil tersenyum.

"Anakku, tidak bisa dipungkiri bahwa satu-satunya yang tidak bisa direm adalah waktu. Setiap orang mempunyai jatah yang sama, yaitu 24 jam. Orang yang sukses dengan yang gagal, begitu pula calon ahli surga atau neraka, waktu yang diberikan pada mereka adalah sama".

"Manusia hanya akan menghabiskan waktunya dalam kerugian, kecuali mereka yang memiliki kemampuan memanfaatkan waktu. Orang yang memiliki kemampuan memanfaatkan waktu adalah salah satu ciri orang yang beruntung. Mereka dapat memanfaatkan setiap waktunya menjadi amal shaleh".

"Usahakanlah agar setiap waktu membuat diri kita bagaikan cahaya matahari. Menerangi orang-orang yang berada dalam kegelapan. Menumbuhkan bibit-bibit kebaikan, dan menyegarkan batang-batang yang layu."

"Contohnya yang real adalah yang ada dihadapanku saat ini, yaitu Guru Ukub". Candaku..

kita berdua tersenyum lebar sambil menyeruput teh panas yang sudah aku buat untuk kami berdua.

"Setiap waktu sudah ada jadwal kebaikannya sendiri - sendiri. yang membuat rusak urusan kita adalah karena kita salah mengisinya" 

Sederhana

Kiranya tidak seorangpun yang menolak Rumahnya menjadi elok. Semua Orang menginginkan itu.
Aku meminta Guru Ukub membantuku malam ini untuk berdiskusi memperelok rumah ini.
setelah petang beliau datang kerumah ini. Beliau keheranan melihat aku kebingungan bagaimana memperelok rumah ini.

"Guru Ukub, kira-kira apa saja yang dapat memperelok rumah ini?" Tanyaku.
"Anakku, kita tidak boleh memandang ke elokan sekedar dari banyaknya benda dirumah ini. Kita harus mampu mendayagunakan kemampuan materi kita agar menjadi berkah,. Artinya bermanfaat, baik dunia maupun Akhirat."
"Secara Sederhana, Ke elokan yang berkah itu memiliki tiga ciri;
Pertama, Ke elokan tersebut dapat menyebabkan pemiliknya puas dan merasa cukup, sehingga tidak merasa tersiksa dan kekurangan. Bahkan dia menggunakannya untuk beramal. Kedua, Ke elokan yang berkah adalah ke elokan yang dapat membuat batin pemiliknya tenang, tidak menyebabkan was-was untuk kehilangan, semua yang dimilikinya adalah amanah. Ketiga, pemiliknya menjadi lebih mulia daripada ke elokan yang dimiliki."

Nurani Part 2

Guru Ukub, Dia adalah Guru dari Ayahku sejak SMA dan juga Guruku pada saat aku masih SMA. Dua generasi  sudah Beliau lewati. Kebetulan kami sekarang bertetangga.
Dialah yang nantinya membantu aku merenovasi keseluruhan House of Sribu1malam ini.

Sepulang tarawih Guru Ukub mampir ke rumah ku. Senang sekali beliau mampir, karena banyak pelajaran-pelajaran yang bermanfaat dapat aku ambil dari beliau.

News di Televisi masih saja tentang isu penjualan tiga pulau di kepulauan Mentawai, Sumatera Barat.

"Negara kita ini memang bagaikan percikan surga yang tertetes di dunia, potensi yang dimimpikan oleh banyak negara lainnya di dunia ini. Potensi manusia dengan jumlah 220 juta lebih, dengan aneka kemampuannya lahir batin, wawasan, pengalaman, latar belakang, budaya dan intelektual, merupakan aset berharga yang jika disinergikan dengan formula tepat, akan berbuah kekuatan yang dahsyat, Insya Allah." Komentar Guru Ukub.

 "kalau memang benar isu itu terjadi, sungguh keterlaluan."Sahutku.

"Anakku, masyarakat kita ini relatif berbadan sehat, juga berpikir normal, bahkan sebagian ada yang bersifat kuat dan berotak cerdas. Tetapi penyakit yang terjangkit di Negara kita secara umum justru penyakit hati nurani. Orang yang kuat dan cerdas akal pikirannya, namun tidak sehat hati nuraninya, mereka itulah yang menjadi biang kerusakan dan kesengsaraan bangsa, itu kelemahan Bangsa kita."

"Mulailah dari diri sendiri, sebab sekencang apapun kita berteriak ingin mengubah bangsa kalau kita tidak berusaha untuk memperbaiki diri terlebih dulu tentu akan sulit. Bagaimana mungkin kita berbicara mengenai persatuan bangsa, jika dalam prakteknya kita sendiri tidak bisa akur dengan saudara, tetangga, atau keluarga." Tambah Guru Ukub


Rasulullah saw bersabda"Ingatlah dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging, kalau segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruhnya. Tetapi bila rusak, niscaya akan rusak pula seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu bernama qolbu". (HR Bukhari Muslim).