Sabtu, 28 November 2009

Omong Kosong

"Hati-hatilah pada kata-kata," kata Guru Ukub. "Saat kamu kurang waspada, kata-kata itu akan menampakkan wujud aslinya, kata-kata itu akan memesonakan, memikat, menteror, membuat kamu tersesat dari kenyataan yang mereka wakili, membuat kamu mempercayai bahwa kata-kata itulah yang nyata."

Ketika Guru Ukub berbicara tentang daya hipnotis kata-kata itu, seseorang dari bagian belakang berteriak,

"Anda omong kosong! Jika saya mengatakan Allah, Allah, Allah, apakah itu akan membuat saya ilahi? Dan jika saya mengatakan Anjing, Anjing, Anjing, apakah itu akan membuat saya jahat?"

"Diam dan Duduk kau bajingan!" kata Guru.

Kontan saja, orang itu segera naik pitam. Mukanya merah padam. Ia terdiam sesaat, lalu dengan suara serak ia ungkapkan rasa tersinggung dan sakit hatinya.

Guru kelihatan menyesal sekali dan kemudian berkata,
"Maafkan saya, Tuan, saya memang khilaf. Saya sungguh-sungguh minta maaf atas kelancangan yang tidak termaafkan itu."

Orang itu segera menjadi tenang.

"Nah, kini kamu tahu jawabnya. Satu kata membuat kamu naik pitam dan yang lainnya menenangkan kamu," kata Guru.

*"Ketika kata-kata dan pikiran diheningkan, Alam Semesta berkembang - nyata, menyeluruh, dan satu dan kata-kata tampil sebagaimana mestinya, sebagai not - bukan musik, sebagai menu- bukan makanan, sebagai penunjuk arah - bukan tujuan perjalanan."

DEBAT

Aku membaca sebuah kisah perdebatan antara ilmuwan dan seorang ahli kitab.

Ahli kitab berpendapat bahwa Kitab Suci harus dianggap benar sampai hal yang sekecil-kecilnya.

Ilmuwan menyapa; "Menurut Kitab Suci, bumi itu diciptakan kira-kira lima ribu tahun yang lalu. Tetapi kami telah menggali tulang-tulang untuk membuktikan bahwa kehidupan sudah ada di planet ini sejak ratusan ribu tahun yang lampau."

Langsung ditanggapi oleh si Ahli Kitab: "Ketika Tuhan menciptakan bumi lima ribu tahun yang lalu, ia sengaja menanam tulang-tulang itu di bumi untuk menguji apakah kita lebih percaya pada pernyataan ilmiah atau pada FirmanNya."
----------------------------

Aku ceritakan kisah ini pada Guru Ukub. dia berkata;

Apa kamu tahu nilai perdebatan itu Nak?

Sambil mengoleskan mentega disisi atas roti, Guru mengajakku bertaruh.

"Jika Sepotong roti yang disisi atasnya bermentega ini aku lempar dan jatuh. Yang bermentega di sisi atas atau bawah?" Tanya Guru.

"Sisi yang bermentega di bagian bawah." Sahutku

"Sisi yang bermentega di atas."Pilih Guru.

"Ayo kita uji."

Roti dilempar ke atas.

Jatuh.

Sisi yang bermentega berada di bawah!

"Saya menang Guru." Sahutku

"Hanya karena saya membuat satu kesalahan."

"Kesalahan apa?" Tanyaku.

"Aku mengoleskan mentega pada sisi yang salah." Jawab Guru Ukub tersenyum.

"Ya, Aku mengerti Guru. Yang dicari oleh "Pendebat" adalah pembenaran atas keyakinannya, bukan Kebenaran.

*kepercayaan yang kaku dapat memutarbalikkan kebenaran.

Truk Terjepit

Sampai di Warung, Guru Ukub segera membuat Esteh Jumbo dan meminumnya sampai habis langsung.

"Wah, Haus sekali ya Guru Ukub?" tanyaku.

"Eh, kamu Nak, maaf aku tadi tidak melihatmu". jawabnya, dan duduk disebelahku.

"Iya, diluar panas sekali, didalam angkot pun tadi gerah sekali rasany.Ditambah jalan yang sangat macet."

"Persis didepan angkot yang aku naiki, saat melewati jalan dibawah rel kereta api tadi sebuah truk besar terjepit diantara jalan dan balok penyangga diatasnya."

"Lalu, kenapa Guru tidak turun saja dan mencari angkot lainnya yang didepan peristiwa itu." Tanyaku.

"Aku dan penumpang lainnya memang turun, sebagian ada yang mencari angkot lain seperti katamu. Sebagian lagi, termasuk aku penasaran ingin melihat cara para ahli untuk membebaskan Truk terjepit itu.

"Lalu, apa truk itu akhirnya dapat keluar dari sana Guru?"

"Berulang kali para ahli mencoba membebaskannya, tapi belum berhasil. Itulah sehingga lalu lintas jalan sama sekali macet. Selain itu aku melihat penjual koran yang berulang kali mencoba menarik perhatian mandor yang bekerja di situ, tapi selalu dikesampingkannya."

Akhirnya Mandor membeli Korannya lalu dengan agak gusar mengatakan;
"Aku sudah membeli koranmu, sekarang pergilah. jangan ganggu pekerjaan kami!!"

Penjual koran itu mengucapkan terima kasih pada Mandor para pekerja itu dan berkata;
"Coba Kempeskan Sedikit Ban Truk itu Pak"

"Aku sendiri bahkan tidak terpikirkan cara itu, Hasilnya truk yang terjepit dapat keluar Nak" kata Guru Ukub menggelengkan kepala.

"Bagus sekali, cara yang disarankan penjual koran itu" Sahutku.

"Yang aku ambil dibalik peristiwa itu, dalam pikiran awam terdapat banyak kemungkinan. Tapi dalam pikiran ahli hanya ada beberapa saja." Tambahnya.

DIAM

Pagi ini aku ikut kepasar pagi bersama Guru Ukub untuk berbelanja bahan-bahan makanan untuk warungnya. "Ramai sekali pasar pagi ini" Gumamku dalam hati.

Tiba-tiba didepanku nampak Dua Orang yang sedang bertengkar ditengah jalan, seolah-olah sebagian kegiatan pasar terhenti dan tertuju ke mereka berdua. Yang satu memarahi, yang satu lagi hanya tunduk dan terdiam bisu.

Guru Ukub mempercepat langkahnya, kemudian mencoba merelai mereka.

"Pak, Sabar. Sudah. Tidak baik meneriaki orang seperti itu, apalagi ini kan pasar, banyak orang. Kalau saya boleh tahu memangnya kenapa bisa sampai seperti ini?" Tanya Guru Ukub pada Orang yang sedang Emosi itu.

Aku perhatikan Bapak satunya, dia tetap tunduk dan diam. Terlihat karung besar disampingnya. Aku tak tahu apa dalamnya, tapi menurutku sepertinya berat.

Bapak yang Emosi itu menceritakan kejadiannya pada Guru Ukub.

"Begini Pak, Orang ini membawa karungnya yang besar ini, tapi tidak hati-hati. Sampai membentur kepala saya dengan keras. Bagaimana saya tidak marah, rasanya benar-benar sakit Pak."

Guru Ukub melihat ke Pembawa karung, dan bertanya
"Benarkah yang dikatakan Bapak ini, Pak?"

Tapi Pembawa Karung tetap tunduk dan tetap diam.

Orang yang terbentur kepalanya itu terlihat geram, menjadi tambah Emosi melihat pembawa karung itu hanya diam saja.

"Hey pembawa karung!!! jawab pertanyaanya!! jangan diam saja daritadi !!"

"Sabar Pak". Sahut Guru Ukub.
"Sepertinya pembawa karung ini bisu, daritadi dia hanya diam saja." Guru Ukub menyimpulkan.
Karena memang benar, orang ini daritadi benar-benar diam membisu dan hanya menundukkan kepalanya.

Bapak yang emosi itu menyahut, sambil menuding pembawa karung.

"Tidak Mungkin. Dia ini tidak Bisu Pak, dari ujung sana tadi saya sudah sedikit terganggu, sambil memikul karung besar ini dipundaknya dia berteriak-teriak. " MINGGIR-MINGGIR BARANG BERAT MAU LEWAT", terus seperti itu. Sampai akhirnya disini saat saya sedang berbelanja, karung ini membentur belakang kepala saya."

"Ya memang, aku memang tadi sedikit mendengar teriakan itu" kataku.

Sambil tersenyum, Guru Ukub berkata pada Bapak yang emosi itu,

"Kalau Bapak mendengar teriakannya, mengapa Bapak tidak minggir?"
"Jika pembawa karung ini sudah memperingatkan, berarti pembawa karung ini tidak salah. Bapaklah yang kurang memperdulikan peringatannya.”


*Ada saatnya diam, Ada saatnya Berbicara