Jumat, 25 September 2009

Preman

Guru Ukub pernah bercerita padaku. Sewaktu dia muda dulu, dia pernah berguru di luar. Dia juga belajar dengan orang-orang bijak setempat.

Untuk menjaga Ilmu yang diperolehnya, Guru Ukub mencatat setiap yang didapat dari Guru-gurunya. Dia sangat mencintai jerih payahnya, bagaikan diri sendiri. Dia mengumpulkan dan menyusun catatan-catatannya.

Setelah bertahun-tahun belajar, Guru Ukub pulang kampung. Tapi sewaktu di perjalanan, dia bertemu dengan segerombolan preman yang sedang mabuk. segerombolan preman itu mengambil setiap barang yang dibawa Guru Ukub. Giliran kotak yang berisi catatan-catatannya yang diambil, Guru Ukub berkata, "Kalian boleh ambil semua barang-barangku, tapi jangan kalian ambil yang satu ini."

Gerombolan preman itu jelas menduga, pasti itu adalah barang bernilai. Diambil pula lah Kotak yang berisi Catatan-catatan itu, tapi mereka jelas tidak melihat apa-apa selain setumpukan catatan-catatan.

"Apa ini?, untuk apa kamu menyimpannya?" Tanya preman itu.

"Itulah, barang-barang yang tidak berguna bagi kalian, tapi sangat berguna bagiku." Sahut guru Ukub yang masih muda itu.

"Apa gunanya?."

"Ini adalah Hasil pelajaranku selama bertahun-tahun, jika kalian merampasnya juga, maka ilmuku akan habis, dan usahaku akan sia-sia." Sahut guru Ukub.

"Hanya yang ada dalam catatan-catatan ini ilmumu?" Tanya si preman. "ya" Sahut Guru Ukub.

"kamu tahu, Ilmu yang disimpan dalam bungkusan yang dapat dicuri, sebenarnya bukan Ilmu Bodoh!!. Pikirkanlah nasib dirimu baik-baik!!!" Sahut si Preman.

Ucapan sederhana preman itu sangat menggunjangkan jiwa dan kesadarannya. Guru Ukub saat itu masih berpikir untuk sekedar mencatat ilmunya dibuku-buku tullis saja. Seketika Dia berubah, Selain mencatat, dia juga berusaha melatih otaknya lebih banyak, mengkaji dan menganalisa, lalu menyimpan ilmu-ilmunya yang bermanfaat itu tidak sekedar di buku-bukunya tapi juga di "Buku Otaknya"

Selesai mengisahkan kisah itu Dia berkata, "Nak, sebaik-baiknya nasihat yang membimbing kehidupan intelektualitasku adalah nasihat yang kudengar dari mulut seorang preman yang mabuk itu."

Minggu, 13 September 2009

Intermezzo " Tukang Cukur "

Seorang konsumen datang ke tempat tukang cukur untuk memotong rambut dan merapikan brewoknya.

Si tukang cukur mulai memotong rambut konsumennya dan mulailah terlibat pembicaraan yang mulai menghangat. Mereka membicarakan banyak hal dan berbagai variasi topik pembicaraan, dan sesaat topik pembicaraan beralih tentang Tuhan.

Si tukang cukur bilang, "Saya tidak percaya Tuhan itu ada".

"Kenapa kamu berkata begitu Huh" timpal si konsumen.

"Begini, coba Anda perhatikan di depan sana, di jalanan.... untuk menyadari bahwa Tuhan itu tidak ada. Katakan kepadaku, jika Tuhan itu ada, Adakah yang sakit??, Adakah anak terlantar?? Jika Tuhan ada, tidak akan ada sakit ataupun kesusahan. Saya tidak dapat membayangkan Tuhan Yang Maha Penyayang akan membiarkan ini semua terjadi."

Si konsumen diam untuk berpikir sejenak, tapi tidak merespon karena dia tidak ingin memulai adu pendapat.
Si tukang cukur menyelesaikan pekerjaannya dan si konsumen pergi meninggalkan tempat si tukang cukur. Beberapa saat setelah dia meninggalkan ruangan itu dia melihat ada orang di jalan dengan rambut yang panjang, berombak kasar mlungker-mlungker-istilah jawa-nya",kotor dan brewok yang tidak dicukur. Orang itu terlihat kotor dan tidak terawat.

Si konsumen balik ke tempat tukang cukur dan berkata," Kamu tahu, sebenarnya TIDAK ADA TUKANG CUKUR."

Si tukang cukur tidak terima," Kamu kok bisa bilang begitu ??"."Saya disini dan saya tukang cukur. Dan barusan saya mencukurmu!"

"Tidak!" elak si konsumen.

"Tukang cukur itu tidak ada, sebab jika ada, tidak akan ada orang dengan rambut panjang yang kotor dan brewokan seperti orang yang di luar sana", si konsumen menambahkan.

"Ah tidak, tapi tukang cukur tetap ada!", sanggah si tukang cukur.

"Apa yang kamu lihat itu adalah salah mereka sendiri, kenapa mereka tidak datang ke saya", jawab si tukang cukur membela diri.

"Cocok!"-kata si konsumen menyetujui

"Itulah point utama-nya!. Sama dengan Tuhan, TUHAN ITU JUGA ADA !, Tapi apa yang
terjadi... orang-orang TIDAK MAU DATANG kepada-NYA, dan TIDAK MAU MENCARI-NYA. Oleh karena itu banyak yang sakit dan tertimpa kesusahan di dunia ini."

Tali Sandal

Guru Ukub beserta tetangga disini pergi berbelasungkawa ke rumah seorang Warga, Aku mengikutinya dibelakang. Ditengah jalan, tali sandal Guru Ukub Putus hingga tak bisa diperbaiki lagi. Tanpa alas kaki Guru Ukub terus berjalan menjinjing sandalnya.

Melihat itu aku segera melepas sandalku, kemudian aku berikan pada Guru Ukub. Pikirku biarlah Guru Ukub berjalan memakai sandal, dan aku biarlah tanpa tanpa alas kaki.

Aku kaget, Guru Ukub terlihat marah. Guru Ukub memalingkan pandangannya dariku dan menolak tawaranku seraya berkata: "Nak, kalau ada kesulitan menimpa seseorang, adalah dia yang lebih berhak menanggungnya ketimbang orang lain. Tidaklah pantas suatu musibah menimpa seseorang, lalu orang lain harus memikul bebannya."

Petani

Aku teringat perbincangan dengan seorang Ibu sewaktu aku dan Guru Ukub di bandara, Jadwal kami sama ke Jakarta.

Awalnya Guru yang bertanya kepada Ibu itu, "Ada acara apa Bu ke jakarta.?"

Ibu : "Oh, saya ke Jakarta, lalu "connecting flight" Ke Singapore Pak, nengokin anak saya yang Kedua."

"Hebat sekali Anaknya Bu." Sahut Guru Ukub.

"Ya, Hebat", Gumamku dalam hati. Tapi Ibu itu bilang anaknya yang Kedua di Singapore, pasti ada yang Pertama, Ketiga, Keempat dan seterusnya. Aku lanjut bertanya pada si Ibu.

"Tadi yang di Singapore Anaknya yang Kedua ya Bu? Bagaimana dengan Kakak & Adik-adiknya?"

"Benar, Nak yang Kedua." Jawab si Ibu. Kemudian dia bercerita; "Anak saya yang Ketiga seorang Dokter di Bandung, yang Ke-empat menjadi Arsitek di Surabaya, dan yang Kelima kepala Cabang Bank di Semarang."

Aku sempat terdiam, dan bergumam lagi dalam hati."Ibu ini sangat Hebat, bisa mendidik anak-anaknya dengan sangat baik, dari anak kedua sampai ke Lima."

Tapi Anehnya Ibu itu tidak menceritakan Anak Pertamanya, dan sepertinya Guru Ukub mengerti.

Guru Ukub lalu meLanjutkan bertanya kepada Si Ibu. "Bagaimana dengan Anak Pertama Ibu..?"

Sambil menghela napas panjang, ibu itu menjawab, ” anak saya yang pertama menjadi petani di Kalimantan Pak”. Dia menggarap sawahnya sendiri yang tidak terlalu lebar.

itu membuat Aku kaget, Guru pun sepertinya begitu. Aku dan Guru Ukub segera meminta maaf pada Si Ibu. Dimataku sepertinya Ibu itu Kecewa.

“Maaf Ya Bu….Ibu agak kecewa ya dengan anak pertama ibu?. Adik-adiknya berpendidikan tinggi dan sukses di pekerjaannya, sedang dia menjadi petani. “

Guru memberiku tanda dengan menyenggol lutut kakiku dengan lutut kakinya, sepertinya aku salah berkata. Entah kenapa kata itu keluar sendiri dari mulutku.

Tapi jawaban Si Ibu yang ini lebih mengejutkan dari sebelumnya.

dengan tersenyum Ibu itu menjawab, ” tidak, tidak begitu nak.Justru saya sangat bangga dengan Anak Pertama saya, karena dialah yang membiayai sekolah semua Adik-adiknya dari hasil dia bertani”

Bukanlah Siapakah Kita, tetapi Apa Yang Sudah Kita Lakukan.

Dewey Decimal Classification (DDC)

"Guru, apa Guru tahu tentang Klasifikasi Desimal Dewey?" Tanyaku.

Ya, sebuah sistem klasifikasi perpustakaan yang diciptakan oleh Melvil Dewey pada tahun 1876.

"Benar Guru. Sewaktu saya di perpustakaan tadi, saya baru sadar, ternyata Kode buku-buku Filsafat (yaitu 100) mendahului kode buku-buku Agama (yaitu 200). Apa guru tahu tentang itu juga?."

"Nak, Dewey membuat sistem klasifikasi buku-buku perpustakaan melalui analogi seorang manusia yang keheranan dan bertanya2 akan dirinya dan lingkungan sekitarnya."

"Coba perhatikan, sejalan ilustrasi tersebut manusia akan lebih dulu bertanya:
"Siapakah aku?" => dijawab oleh Filsafat (100)

baru kemudian,
"Siapakah yang menciptakan aku?" => dijawab oleh Agama (200)

Dari situ barulah muncul pertanyaan2 lain manusia, seperti:
300 - Ilmu Sosial - Siapakah orang lain yang di sana itu?
400 - Bahasa - Bagaimana aku berkomunikasi dengan orang itu?
500 - Ilmu Alam - Bagaimana aku memahami alam semesta?
600 - Teknologi - Bagaimana aku menggunakan benda-benda di sekitar untuk memudahkan kegiatanku?
700 - Seni dan Rekreasi - Bagaimana aku bisa meluangkan waktu untuk diriku sendiri?
800 - Sastra - Bagaimana aku menceritakan kisah-kisah pengalaman hidupku kepada anak-anakku?
900 - Sejarah, Geografi, Biografi - Bagaimana aku menuliskan sejarah manusia itu sendiri?"
 "Berarti Berpikir secara otentik dan otonom melalui filsafat pada hakikatnya mendahului ajaran atau doktrin agama mana pun. Untuk itu, sebaiknya umat beragama tidak hanya ber-agama atau ber-teologi, melainkan pula ber-filsafat. benar seperti itu Guru?"

" Menurutku, bisa dikatakan bahwa filasafat adalah semacam seni bertanya Nak, mempertanyakan segala sesuatu, mencari tahu. sedangkan agama, bagi kebanyakan orang berlaku sebagai rujukan jawaban. meski ada beberapa yang tidak menggunakannya, atau malah berpikir bahwa agama tidak menjawab pertanyaan, tapi membuat anda berhenti untuk bertanya."

"singkat kata, filsafat bertanya, agama menjawab. Tapi apakah pada dasarnya agama memang di nomor duakan Guru? Tanyaku lagi.

"Aku tidak bisa mengatakan Ya. Filasafat itu instrument, filsafat itu netral. interpretasinya sangat bergantung pada apa yang paling mendasari pemikiran sesorang, baik itu agama, sains, atau bahkan filsafati itu sekalipun." Jawab Guru Ukub.

"Ya.., sudah semestinya orang yang beragama belajar berpikir logis, menggunakan akal dan pikiran sehatnya dalam memandang dan memahami segalanya." Sahutku.

"Satu pertanyaan buatmu Nak,Ada sepuluh kelas utama dalam klasifikasi Dewey. Sepuluh kelas Utama itu adalah 000,100,200,300,400,500,60
0,700,800,900."

"tentang Nomor 000 dalam DDC yaitu Komputer, informasi dan referensi umum. Bila Dewey membuat sistem klasifikasi buku-buku perpustakaan ini melalui analogi seorang manusia yang keheranan dan bertanya2 akan dirinya dan lingkungan sekitarnya. Kenapa Nomor 000 diletakkan di atas Filsafat (100) dalam klasifikasi itu?"

Manusia

"Guru, Apa pengertian Manusia?" Tanyaku.

Guru Ukub memandangku, menghela napas panjang dan menjawab: "Manusia adalah makhluk yang bertanggung jawab, yang diciptakan dengan sifat-sifat ketuhanan."

Sifat - sifat ketuhanan? Tanyaku lagi.

"Ya Nak, pada diri manusia memang ditemukan sifat-sifat Tuhan. Tuhan bersifat pengasih, penyayang, pemurah, pemaaf, berkuasa, berkehendak, melihat mendengar, berkata-kata, berilmu, hidup dan sebagainya. Semua sifat tersebut ada dalam diri manusia, sehingga ada aliran dalam ilmu ketuhanan yang menyamakan Tuhan dengan manusia.Tetapi sebenarnya sifat-sifat tersebut diberikan oleh Allah kepada Manusia sesuai dengan kemanusiaanya."

"tentu saja Manusia harus mengerti diri mereka terlebih dahulu, apabila sudah meneliti diri mereka tentu mereka akan mengenalnya. Sehingga mereka mengerti apa yang menyebabkan manusia-manusia terdahulu maju atau hancur, dari sana kita akan mengambil pelajarannya. Sehingga dari hasil tersebut manusia akan mengenal manusia."

"Tapi Guru, di zaman dewasa ini, hampir tidak ada suatu bangssa atau kelompok manusia yang mengambil sikap berlainan dengan bangsa-bangsa eropa, baik mengenai keyakinannya maupun teori-teori kemasyarakatannya. Contohnya Teori Evolusi Darwin, Manusia berasal dari kera."

"Karena itu jangan heran kalau sekarang ini manusia berpola hidup seperti hewan." Sahut Guru

Minggu, 06 September 2009

Persaingan

"suka dan duka hari ini saya alami Guru."

"kenapa Anakku?" Tanya Guru Ukub.

"kawan saya, sejak masih sekolah dulu Guru. Kami sempat berpisah setelah selesai SMA, dia mengikuti Orangtuanya pindah kerja. Sampai akhirnya saya bertemu dia lagi di tempat kerja."

"Lucu sekali rasanya mengingat waktu itu. Dulu kami selalu bersaing dalam hal apapun, khususnya dalam hal pelajaran disekolah. Lucunya, karena hal itu saya selalu emosi dan kadang kami saling bermusuhan Guru, tapi saya akui memang dia selalu lebih unggul dari saya."

"Dan itu sampai sekarang. Sukanya, Hari ini kawan dekat saya itu naik jabatan dikantor. Dukanya, bukan saya yang menempati posisi itu. Memang calon yang akan menempati posisi itu adalah kami berdua. Tapi harus kembali saya akui, dari dulu bahkan sampai sekarang pun dia memang lebih pintar dari saya. Seolah-olah saya selalu menjadi bayangannya. Untungnya saya tidak seperti dulu yang harus menjadikannya musuh lagi" Ceritaku sambil tersenyum.

"Nak, memang, setiap orang itu memiliki naluri untuk berlomba-lomba dalam kebajikan. Tapi celakanya, kadang kita sering melihat pesaing kita itu sebagai musuh yang dapat merintangi kita untuk berbuat kebajikan. Melihat sesuatu yang sama atau bahkan lebih, sering dipandang sebagai sebuah ancaman. bila niat salah, bisa menghancurkan kita"

"Kita harus memiliki mental bersaing secara positif, kita harus menanggapi adanya saingan dengan senang hati. tak perlu emosional, Lihatlah dengan hati yang jernih. Pesaing itu adalah karunia Allah yang tak ternilai. Pesaing adalah sparring partner yang akan memacu kita agar lebih berkualitas."

"Lagi pula bayangan tidak selalu dibelakang Nak. Berputarlah, bayangan akan tepat berada di depanmu"

"Ingat Nak, Orang-orang yang suka iri hati, dongkol, sebel, kepada prestasi orang lain, biasanya tidak akan unggul. Berani bersaing secara sehat dan positif adalah kunci menuju gerbang sukses."